Bolsel  

Pemkab Bolsel Gelar Sosialisasi Rencana Pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat

HALO SULAWESI, BOLSEL – Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) mengadakan sosialisasi rencana pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di lapangan futsal kompleks kantor bupati. Acara ini dihadiri oleh berbagai kalangan, termasuk Asisten III Suja Alamri yang mewakili Bupati Bolsel, camat Pinolosian, camat Bolaang Uki, para sangadi lingkar tambang, tokoh masyarakat, pemuda, dan organisasi kemasyarakatan keagamaan.

Dengan tema “Membangun Pertambangan Rakyat Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Bersama,” sosialisasi ini menghadirkan Kadri Damongayo SE, Kepala Seksi Mineral dan Air Tanah Cabang Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Utara, Wilayah 3 BMR, sebagai pemateri utama.

Asisten III Suja Alamri menegaskan dukungan penuh pemerintah daerah terhadap rencana pembentukan WPR. “Selagi itu untuk kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, Pemda selalu mendukung,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa sebagai salah satu daerah termiskin di Sulut, Bolsel memerlukan terobosan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan sumber daya mineral.

Ia juga menjelaskan bahwa beberapa wilayah di Bolsel telah dikelola masyarakat sebagai tambang tradisional dan termasuk dalam pengusulan WPR ini. “Dengan melalui kajian teknis berdasarkan regulasi pertambangan, kehadiran WPR bisa mewadahi masyarakat untuk melakukan aktivitas pertambangan secara legal tanpa mengesampingkan dampak-dampak lingkungan dan pengelolaan secara profesional,” tandasnya.

Kadri Damongayo menjelaskan bahwa sosialisasi ini adalah tahap awal dari proses pengusulan WPR. “Setelah ini, bupati akan mengajukan permohonan ke gubernur untuk mendapatkan rekomendasi. Jika rekomendasi keluar, Dinas ESDM Provinsi akan melibatkan dinas lingkungan kabupaten dan provinsi untuk melakukan kajian analisis dampak lingkungan, serta pihak ketiga untuk mengkaji kandungan mineral wilayah yang diusulkan menjadi WPR,” jelasnya.

Kadri juga menekankan bahwa WPR diusulkan untuk melegalkan aktivitas tambang tradisional yang masih berstatus ilegal. “Pada intinya pengelolaan WPR sepenuhnya ada pada masyarakat, bisa melalui perorangan ataupun koperasi,” ujarnya. Ia juga mengingatkan bahwa tanpa adanya WPR, konsekuensi hukum aktivitas tambang ilegal cukup serius, termasuk denda 100 miliar dan ancaman penjara selama 5 tahun.

Acara sosialisasi ini berlangsung interaktif dengan sesi tanya jawab yang antusias. Beberapa masyarakat menginginkan sosialisasi yang lebih intens, sementara ada yang mendukung penuh dan lainnya masih ragu karena belum memahami sepenuhnya manfaat WPR.

Adapun WPR yang diusulkan meliputi tiga blok di wilayah Tolondadu Bersatu dan satu blok di wilayah Kombot Bersatu. ***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *