Angka Stunting di Bolmong Terus Alami Penurunan

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Bolmong, I Ketut Kolak

HALO SULAWESI, BOLMONG– Penanganan kasus stunting di Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) terus dilakukan.

Angka kasus tersebut pun mengalami perubahan signifikan.

Menurut Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Bolmong, I Ketut Kolak bahwa kasus stunting mengalami penurunan.

“Jika pada tahun 2019 sebanyak 123 kasus, 2020 sebanyak 172 kasus atau 2021 turun lagi sebanyak 117 kasus, data terakhir hanya 84 kasus,”kata Ketut Kolak.

Menurutnya faktor pendorong keberhasilan penurunan ini karena beberapa faktor.

“Pertama, pemberian gizi yang cukup dan seimbang.  Kedua, orang dewasa yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, perhatian, perlindungan dan jaminan keamanan.”

“Ketiga, adanya kesempatan serta lingkungan yang mendukung untuk mengembangkan keterampilan sensorik dan motorik anak,”kata Ketut Kolak.

Sebut Kolak, setiap masyarakat harus mengerti betul soal stunting. 

Menurutnya, stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama.

Umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi

“Anak stunting itu semuanya menglami keterlambatan. Mulai dari pertumbuhan sampai perkembangan otaknya, bisa dibayangkan kalau generasi penerus muncul stunting?. Kalau muncul stunting 20 tahun kedepan apa yang kita harapkan dari generasi penerus kita,” ucap Kolak.

Dijelaskan, waktu terbaik untuk mencegah stunting adalah selama kehamilan dan dua tahun pertama kehidupan. Stunting di awal kehidupan akan berdampak buruk pada kesehatan, kognitif, dan fungsional ketika dewasa.

Dikatakannya, di Kabupaten Bolmong, DPPKB sendiri mulai mencegah stunting dari perkawinan di usia dini.

Mengingat perkawinan anak menjadi hal yang kontradiktif dengan cita-cita dalam mewujudkan generasi unggul. Sehingga mencegah terjadinya perkawinan anak menjadi tanggung jawab bersama dalam menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembangnya.

“Jika anak kawin di usia dini ditambah lagi ekonomi lemah maka potensi terjadinya stunting sangat besar, makanya kita cegah dari perkawinan di usia dini,” ungkap Kolak.***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *