KOTAMOBAGU- Suasana penuh haru dan makna mewarnai penutupan kegiatan Retreat, Outbound Training, Pembaretan, serta Pengukuhan Pakaian Dinas bagi 80 Aparatur Sipil Negara Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (ASN PPPK) baru di lingkungan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Kotamobagu, Sabtu (21/6/2025).
Kegiatan ini ditutup secara resmi oleh Kepala Satpol PP Kotamobagu, Sahaya Mokoginta, yang dalam sambutannya menyampaikan pesan reflektif sarat nilai spiritual dan pengabdian.
“Selamat pagi, pejuang ketertiban dan penjaga nyawa,” serunya membuka sambutan dengan semangat.
Ia menegaskan bahwa kegiatan ini bukan sekadar pelatihan, melainkan momentum penting untuk membangun budaya birokrasi yang lebih empatik, profesional, dan manusiawi.
Kasat Sahaya juga menyoroti pentingnya menjaga makna sakral dari tradisi pembaretan. Ia menolak keras praktik perpeloncoan dan menekankan bahwa pembaretan harus menjadi simbol kehormatan, bukan ajang intimidasi.
“Kita bukan sedang melanggengkan tradisi lama yang menyakiti, tapi membentuk karakter baru yang berintegritas. Satpol PP dan Damkar adalah simbol pengabdian, bukan kekuasaan,” tegasnya.
Dalam suasana yang penuh refleksi, ia mengenang perjuangan para ASN P3K yang sebelumnya adalah tenaga non-ASN. Perjalanan panjang penuh pengorbanan, harapan, dan doa akhirnya terbayar saat mereka kini resmi mengenakan seragam dinas sebagai bentuk pengakuan negara.
“Hari ini bukan hari biasa. Ini hari yang dulu hanya hadir dalam doa-doa sepertiga malam. Tapi kini, doa itu menjadi nyata. Ini bukan hadiah, ini hasil dari perjuangan yang tak terlihat oleh banyak orang,” ujarnya dengan suara yang sempat bergetar.
Selain menanamkan rasa syukur, Sahaya juga mengingatkan tanggung jawab besar yang melekat pada seragam dan baret yang kini mereka kenakan.
“Baret bukan sekadar topi, dan seragam bukan simbol kekuasaan. Itu adalah tanda bahwa kalian adalah pelayan rakyat, penjaga kota, dan penyelamat sesama,” tuturnya.
Ia juga mengajak para peserta untuk mengenang jasa orang tua dan guru yang telah mendampingi mereka sampai ke titik ini. Bagi yang orang tuanya telah tiada, disarankan untuk mendoakan dan berziarah sebagai bentuk penghormatan.
Di akhir sambutan, Sahaya menekankan bahwa menjadi ASN bukan tentang jabatan, tetapi tentang tanggung jawab moral untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
“Bekerjalah bukan untuk dilihat atasan, tetapi karena kalian sadar bangsa ini membutuhkan pengabdian kalian,” pungkasnya dengan semangat.
Acara penutupan berlangsung khidmat. Para ASN baru pulang membawa lebih dari sekadar atribut dinas—mereka membawa semangat baru, identitas baru, dan kesadaran penuh tentang arti sejati dari pengabdian kepada bangsa dan masyarakat.*