KOTAMOBAGU- Industri penyulingan nilam yang tengah tumbuh pesat di berbagai wilayah Kota Kotamobagu dinilai memiliki potensi besar untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Namun, hingga kini, geliat usaha berbasis minyak atsiri tersebut belum memberikan kontribusi fiskal kepada pemerintah daerah.
Penyulingan nilam yang dikelola oleh petani dan pelaku usaha lokal disebut mampu menghasilkan pendapatan signifikan, dengan tarif penyulingan mencapai sekitar Rp1 juta per sesi.
Jika dikalkulasikan dari puluhan unit usaha yang aktif setiap bulan, nilai perputaran uang bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kotamobagu, Sofyan Buolo, menilai perlunya pengelolaan yang lebih terstruktur terhadap industri ini agar memberikan dampak ekonomi yang lebih luas, termasuk bagi pembangunan daerah.
“Penyulingan nilam ini bisa kita analogikan seperti penggilingan padi. Sudah sewajarnya ikut berkontribusi melalui mekanisme fiskal untuk menambah PAD,” ujarnya.
Senada dengan itu, Sekretaris dan Plh. Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kotamobagu, Hendri Kolopita, mengungkapkan bahwa belum ada satu pun pelaku usaha penyulingan nilam yang terdata resmi atau melapor ke pemerintah kota.
“Ini termasuk jenis usaha baru. Kami akan kaji lebih lanjut untuk menentukan kategori pajaknya serta skema penarikan retribusi atau pungutan lainnya,” jelas Hendri.
Pemerintah Kota Kotamobagu kini tengah menyiapkan langkah-langkah regulasi agar industri penyulingan nilam dapat beroperasi secara legal sekaligus memberikan kontribusi nyata bagi PAD.*